Tuesday, 8 February 2011

Medan Tahrir

kulihat gejolaknya umpama tsunami manusia
yang rakus merubah iklim tenang bersama emosi
bersatu dalam  sesak-sesak nafas menghembus udara panas
walau tanpa senjata moden ia bisa mengugah waja bertahan
mungkin tidak dalam cepat masa terdekat
lambat laun akan cair menyungsung angin
begitulah lembutnya tsunami yang teriring gejolak rasa
harus ke mana mau bertahan setelah kepedihan dilontarkan
tanpa peduli marhaenis terhimpit yang cuma menghitung bintang
menanti cerahnya mentari hari demi hari yang tidak kesampaian
mereka adalah perbumi yang memenuhi setiap sudut dan ruang
yang mengangkat darjat dan kudrat bumi berdaulat
yang didalamnya terlahir manusia yang sujud dan tunduknya
bersama wirid syahdu setiap waktu
lalu saja mereka terlontar sendiri tanpa terpedulikan
yang hari demi harinya menadah janji yang tidak tertunaikan
atas rasa kemanusiaan yang masak dengan kesangsaraan
lalu mereka menyalakan dapur amarahnya
meniup api di Medan Tahrir


Abdullah Tahir
8 Februari 2011

Wednesday, 2 February 2011

Pergilah

hujan lebat yang mengguyur semalam
mengingatkan aku akhir pertemuan itu
dan 14 Februari bukan lagi auraku
kedua-duannya adalah petaka yang mungkin tak terlupakan
yang membalut luka pedihku
aku yang kedinginan hanya keranamu
telah menikam sejuknya ke jantung
membuatkan aku melihatmu tak teringin
walaupun kejutan yang aku rencanakan
untuk memanjang-indahkan hubungan kita
tapi sebenarnya saat hujan dan 14 Februari itu
aku akan buangkan segalanya ke lautan tak bertepi
agar saja kau tidak terdampar di pantai
untukku pungut sisa kasih sayangmu padaku
apalah erti sebuah cinta kalau kau menduakan
apalah erti sebuah kasih sayang kalau dalam waktu yang sama
kau bersaham sayang dan kasih
pergilah kau 14 Februari
hapuskanlah sisa cinta dan kasih sayangku
wahai hujan lebat yang mengguyur

Abdullah Tahir
2 Februari 2011

 
Get Free 3 Column Templates Here