Sunday 18 December 2011
















Mencari Titik Pertemuan

terhakis rasa cintaku
menanti di hujung malam
cahayamu tetap di situ tak terjangkau
kau tak pernahpun memeluk
jauh sekali jatuh keribaanku
tak teringin pula menjadi pungguk
merayumu sambil berhiba-hiba
kerana bukan keranamu aku tiada
tak terlintaspun kau ada akupun ada
kalau andainya sudah ditakdirkan
aku bagaikan memerlukanmu
patutkah aku menolak takdir
yang pastinya tiada siapapun tahu
kalau DIA saja yang mengetahui
perlukah kita mulai
mencari titik pertemuan diri

Abdullah Tahir
10 Ogos 2011

Friday 9 December 2011



















Saat Sebuah Kepergian

air mata tumpah
saat-saat akan kepergianmu
walau bukan reda-Nyasayu dan sebu
meramas kejap di relung hati
mengiringi nafas-nafas nazakmu
ketika bergelut meninggalkan fana
bagi sebuah pertemuan
di padang mahsyar
setelah mewarnai perjalanan hidup
sejak diperkirakan amal dan perbuatan
yang menjadi sukat-sukat
kepada yang ditinggalkan
dan hanya air mata
tanda kasih dan cinta kepadamu

Abdullah Tahir

Thursday 8 December 2011

















Selagi Bernafas

selamanya hidup adalah perjuangan
tidak akan tuntas selagi bernafas
bagai perahu mengharung gelombang ganas
berhempas pulas menggalas tugas
menjudi nyawa di lautan luas
jangan pernah menarik nafas
bebaskan diri dari bersikap malas
meski di bawah terik matahari panas dan ganas
andai jasad dan jiwa terasa kebas
kulit berbekas dan menggelupas
pasti puas terlepas bebas hingga ke aras
dan perjuangan akan bermula lagi
tidak akan tuntas selagi bernafas

Abdullah Tahir











Setelah Menggapai Angan

setelah pernah menggapai angan
menggenggam kekuasaan dan kerakusan
tanpa hiraukan amanah dan harapan
kini terbiar sendirian
kering dan kusam
setelah dijatuhkan
tiada teman dan lawan
yang mendokong dan bersengkokolan
terlontar kesejukan
bagai dedaun kering dijalanan
bertebaran
menunggu saat penghabisan
untuk dihisabkan

Abdullah Tahir

Wednesday 7 December 2011




















Kesetiaan Yang Hangus

api marak menyala
tak akan pernah ada cinta
meski lidahmu bermadu
menjanjikan kehangatan malam
dan kemilau cahaya
menerangi kegelapan yang dingin
tak akan berulang
kisah duka nestafa
dari durjanamu
membakar hangus kesetiaan
yang tulus
para pencinta damai
sedang kerikil bisa kau pijarkan
cair membara dan berdebu
adalah bukti kerakusanmu

Abdullah Tahir



















Dalam Dingin Dan Hangat 
Yang Menyengat


terlalu tega
kau mamah apa yang kami ada
sehingga menjadi bara
setelah ternyala kepanasan
terlonta kami ditimbunan yang tak berharga
dan kau pergi dengan senyap
bagaikan kepulan asap
angkuh membentuk rupa dan warna
lenyap bersama udara segar
kau kaburkan pandangan dan kebenaran
kau terlalu tega
kami di sini menjadi arang
bersama abu yang jengkil
tak terpedulikan
dalam dingin dan hangat
yang menyengat

Abdullah Tahir














Sinar Yang Belum Pasti

puing-puing kehidupan
terus bertiti di bumimu
bertali temali bagai benang merah
merangkai keturunan
membariskan genarasi-genarasi sukar
membesar dalam derita
di bumi gersang dan tandus berdebu
tempat darahmu tumpah dan bernafas
mencari sinar yang belum pasti ada di mana
sekepal nasi sebuku roti
sukar didapati
air setitik beribu nyawa derita meminta
Somalia
akan mampukah bumi dan langitmu
membebaskan derita rakyatmu

Abdullah Tahir

Katak


 Abdullah Tahir
7 Disember 2011

Tuesday 6 December 2011

Hidup Ini

hidup ini semakin singkat dan sendat
ruang-ruang yang ada menyepi 
bagai menuju malam yang kelam dan ngeri
tiada waktu yang tepat
kapan diri akan sendiri
menutup pintu yang terakhir

saat usia semakin hampir mengundur diri
lalu diripun seakan tidak terpeduli
kerana qualiti semakin mati
bicara dan fikir tidak bererti
siapakah yang mahu memahami
sedang dalam lingkunganpun menghindar diri
akhirnya bersendiri
menjalani hari-hari akhir
meningkatkan taat dan menanti takdir
menghitung waktu dengan berzikir
atas sejadah yang tak pernah mungkir

Abdullah Tahir
16 November 2011

Bersama Najis Dan Bangkai

kekadang musibah bertali-temali
menyungsung waktu
sama ada suka atau tidak
pasti datang menjenguk
menguji tabah dan percaya diri
saat diri menderita kerananya
adalah teladan kepada yang lain
atau medan kebajikan dan pahala
bagi mereka yang mengertikan hikmah
bagi yang leka terus menyalahkan diri
tanpa mau bercermin dan muhasabah hati
dan kerananya terperangkap
menjadi dosa atau kifarat
atas kejahilan sendiri
lalu jadilah bagai dedaun layu
terdampar kering dimamah masa
larut bersama timbunan najis dan bangkai
yang tiada niai dan harga diri

Abdullah Tahir

Sunday 4 December 2011

Sejadah Bisu Saksiku

di sini di kamar yang sunyi
ku curahkan rasa cinta dan rindu
dalam suasana syahdu yang menggebu
ku lakarkan tanpa rasa dusta dan ragu
dalam tawadu bertamu di hadapan-Mu
di atas sejadah bisu
membawa munajatku
kepada-Mu

dalam doa bersama hati
ku matikan segala galau balau
yang menggigit seluruh jasad
yang mengocak seluruh konsantrasi
mendekati semakin ke mari
dalam saat mencari dan mensuci diri
ku pasrahkan diri kepada-Mu
melalui derai air mata
walau tangisku tersekat di dada
pasti Kau tahu akan redaku
di atas sejadah bisu
adalah saksiku

Abdullah Tahir
4 Disember 2011

Saturday 26 November 2011

Batasan Waktu

di saat perbatasan waktu yang cemburu
sempat mendongak  wajah ke angkasa biru
berjejaran awan menghiasi haru
dalam kelabu hati yang semakin rindu
kepada yang Maha Penentu

di telapak tangan garisan beribu
tiada siapa tahu apa makna di situ
jejari mulus menghitung satu persatu
bertasbih bertahmid memohon restu
kepada-Nya sujud tawaduk membungkus kalbu

setiap langkah tersusun madah
bukan helah menongkah takdir
andai bayang penentu syahadah
tak akan mungkin iman menjadi goyah
sedang dalil terpeta nyata
masihkah bertegang menentang fakta
dari qalam dan sunnah yang ada

kembalilah ke perbatasan waktu
bersama rindu suci yang syahdu
akan tercerna sebuah keinsafan
setelah melangkah tahun penentu
setiap amal tingkah dan laku
pastinya terhitung satu persatu
saat mulut terkunci bisu

Abdullah Tahir
27 November 2011

Monday 21 November 2011

Tidak Hanya Yang Zahir


turunmu kuat sekali
getarnya bingit sangat di atap
bicaraku tak mampu menungkah
dalam bilik yang tak bersiling
di luar kau mengganas
mengguyur mencipta alur
melebar menjadi bah
tidak bisa menghitung titikmu
tiba-tiba saja kaki terendam
sejuk dalam genang air
bicara menjadi beku dan bungkam
dimana-mana air membanjir
melungsur runtuh bukitan dan gunung
melintang pukang kayu dan balak
bungkam dan tepu segala fikir
air yang cair adalah banjir
mengukir peristiwa mutakhir
dan DIA tak akan hanya menurunkan yang zahir
tersirat akan hadir
bagaikan musafir dan fakir
andai mereka mampir
jangan di usir kerana lahirnya
hulurkan bicaramu bersama mubaligh

Abdullah Tahir
11 November 2011

Tiada Waktu

perjalanan ini bagaikan di hujung senja
tiada waktu untuk membilang saat dan minit
apalagi menghitung langkah ke depan mengejar hari
jalan-jalan berdebu terus saja menghadang pandang
matlamat dan misi semakin jauh meninggalkan diri
mampukah harapan jadi realiti
sedang antara kita terus menghitung untung dan rugi
atas nama kepentingan peribadi

tiada waktu untuk mengungkap bicara
hari demi hari berguguran bagai dedaun meredup bumi
akan ada lagikah ruang menghujah kata
sedang kesempatan yang ada disalah guna
hujah dan bicara meleburkan suasana mesra
menjurus fitnah membuahkan sengketa
menjarakkan jurang memisahkan keakraban
lalu matlamat dan misipun bertaburan

tiada waktu memulakan langkah
mengubah tuju haluan dan arah
setiap jiwa di hantui gundah
berhujah bermadah berbuah padah
kerana hati bersalut amarah
muhibbah tumpah hormatpun punah
jadilah bangsa tiada bermaruah

 Abdullah Tahir
23 Oktober 2011

Aku Adalah Pemuka Pencapai Syurgamu


telahku lunaskan jasamu
dengan degup nadiku yang kencang
bersama juraian airmata pekat
di atas sejadah setia
menyaksikan aku di hadapan-Nya
dalam kegelapan malam pekat
yang getar dan panasnya
tidak bisa kau rasakan
walau halusnya deria kulitmu
menyentuh setiap sudut sanjunganku
layakkah aku memperlihatkannya
kalau hanya cuma keegoanku
bagi memenangkan betapa tajamnya cintaku
agar duri-duri kasihku
menikam pada baloi sayangmu
yang kau tumpahkan dengan kesetiaanmu
tanpa bicara lebih kepada perbuatan
dengan urat dan tenaga
tanpa mengukur waktu
yang setiap darah setiamu
mengalir menuju pintu-pintu syurga
yang terpilih
dan aku hanyalah pemuka
rintis laluan mudahmu
mencapai syurga

Abdullah Tahir
29 Oktober 2011

Thursday 17 November 2011

Sinar Yang Belum Pasti

by Abdullah Tahir on Tuesday, October 4, 2011 at 10:09am
puing-puing kehidupan
terus bertiti di bumimu
bertali temali bagai benang merah
merangkai keturunan
membariskan genarasi-genarasi sukar
membesar dalam derita
di bumi gersang dan tandus berdebu
tempat darahmu tumpah
dan bernafas
mencari sinar yang belum pasti ada di mana
sekepal nasi sebuku roti
sukar didapati
air setitik beribu nyawa derita meminta
somalia
akan mampukah bumi dan langitmu
membebas derita rakyatmu

Hidup Ini

by Abdullah Tahir on Wednesday, November 16, 2011 at 9:14am
 
 
hidup ini semakin singkat dan sendat
ruang-ruang yang ada menyepi 
bagai menuju malam yang kelam dan ngeri
tiada waktu yang tepat
kapan diri akan sendiri
menutup pintu yang terakhir

saat usia semakin hampir mengundur diri
lalu diripun seakan tidak terpeduli
kerana qualiti semakin mati
bicara dan fikir tidak bererti
siapakah yang mahu memahami
sedang dalam lingkunganpun menghindar diri
akhirnya bersendiri
menjalani hari-hari akhir
meningkatkan taat dan menanti takdir
menghitung waktu dengan berzikir
atas sejadah yang tak pernah mungkir

Tuesday 8 February 2011

Medan Tahrir

kulihat gejolaknya umpama tsunami manusia
yang rakus merubah iklim tenang bersama emosi
bersatu dalam  sesak-sesak nafas menghembus udara panas
walau tanpa senjata moden ia bisa mengugah waja bertahan
mungkin tidak dalam cepat masa terdekat
lambat laun akan cair menyungsung angin
begitulah lembutnya tsunami yang teriring gejolak rasa
harus ke mana mau bertahan setelah kepedihan dilontarkan
tanpa peduli marhaenis terhimpit yang cuma menghitung bintang
menanti cerahnya mentari hari demi hari yang tidak kesampaian
mereka adalah perbumi yang memenuhi setiap sudut dan ruang
yang mengangkat darjat dan kudrat bumi berdaulat
yang didalamnya terlahir manusia yang sujud dan tunduknya
bersama wirid syahdu setiap waktu
lalu saja mereka terlontar sendiri tanpa terpedulikan
yang hari demi harinya menadah janji yang tidak tertunaikan
atas rasa kemanusiaan yang masak dengan kesangsaraan
lalu mereka menyalakan dapur amarahnya
meniup api di Medan Tahrir


Abdullah Tahir
8 Februari 2011

Wednesday 2 February 2011

Pergilah

hujan lebat yang mengguyur semalam
mengingatkan aku akhir pertemuan itu
dan 14 Februari bukan lagi auraku
kedua-duannya adalah petaka yang mungkin tak terlupakan
yang membalut luka pedihku
aku yang kedinginan hanya keranamu
telah menikam sejuknya ke jantung
membuatkan aku melihatmu tak teringin
walaupun kejutan yang aku rencanakan
untuk memanjang-indahkan hubungan kita
tapi sebenarnya saat hujan dan 14 Februari itu
aku akan buangkan segalanya ke lautan tak bertepi
agar saja kau tidak terdampar di pantai
untukku pungut sisa kasih sayangmu padaku
apalah erti sebuah cinta kalau kau menduakan
apalah erti sebuah kasih sayang kalau dalam waktu yang sama
kau bersaham sayang dan kasih
pergilah kau 14 Februari
hapuskanlah sisa cinta dan kasih sayangku
wahai hujan lebat yang mengguyur

Abdullah Tahir
2 Februari 2011

Tuesday 4 January 2011

Darah dan Harapan

kabarkanlah segala deritamu
melalui semua pintu terbuka
angin Gaza yang panas dan berdarah
butir-butir pasir yang bukan lagi suatu yang indah
tidak sempat bernafas walau sedetik waktu
untuk anak dan bayimu menghirup udara Pelastin
sejak sekian lama ditinggalkan
telah kering air mata dalam doa tangan yang ditadah
bukan sekadar nasi dan daging untuk dimamah
tetapi cukuplah sebuah keamanan dan kesejahteraan
untuk memenuhi sebuah relung ibadah
telah tidak tersisa bicara demi bicara
telah tidak tersisa janji demi janji
telah tidak tersisa kepercayaan demi kepercayaan
dengan bentuk apalagi angin Gaza mu tidak berdebu
dengan bentuk apalagi kanvas Pelastin mu tidak terconteng
tangan-tangan raksaksa kemana mahu dilabuhkan
suara-suara raksaksa di corong mana dilontarkan
otak-otak raksaksa di dacing mana mahu ditimbangkan
cukupkah dengan hanya memenuhi ruang
cukupkah dengan hanya memanaskan koram
sedang Gaza dan Pelastin tidak akan kering
dengan darah dan harapan
saban waktu dan musim
tidak akan ada udara nyaman
bagi tidurmu yang aman
walau bendiramu berkibar megah

Abdullah Tahir
4 Januari 2011

Saturday 1 January 2011

Denting Waktu

ia hanyalah sekadar hiburan dan keriaan
menyorak diri atas kejayaan
dan kelemahan diri
telah begitu banyak duka-pilu dibelakangmu
telah begitu sekiannya sukaria kau tinggalkan
bumi dan tanahmu di himpit bencana
gerak dan nafasmu di lakar kedurjanaan
kemusnahan dan kehancuran telah kausaksikan
baru sesaat kau rayakan
tanpa sebutir doa memohon restuNya
mensyukuri keberadaanmu di sini
kerana minda dan hatimu
terpaku melihat jarum bergerak
bersama denting waktu
lalu terlimpah-ruahlah cahaya dilingkungan
tenggelam dilautan suara yang kecoh
padat-jejal dengan diri kemanusiaan yang tak terbatas
menyaksi dan menikmati konset
dan melodi yang bukan budayamu
terpesona-lekalah kemanusiaanmu
ditengah-tengah pentas para dewi dan dewa
melena-buaikan rasa para pemuja
atas nama kelahiran tahun baru
yang bukan redhaNya
sedang para mujahid dulu dan sekarang
dengan darah dan airmata
dengan doa dan harapan
dengan segala kesucian iman
menanai waktu dan ketika
bagi sebuah jagat raya
yang dadanya para anbia
yang tasbihnya para wali
yang sujudnya para syuhada
tapi kini telah kau cemarkan
dengan menunggu denting waktu


Abdullah Tahir
1 Januari 2011

 
Get Free 3 Column Templates Here